Monday, December 1, 2014

Inspiring Story: Seribu Rupiah, membuat anda bersyukur

Ada seorang teman menuturkan kisahnya. Dia bernama Abel. Seorang pekerja kantoran yang kurang lebih berusia 30 Tahun saat ini, dan tengah memiliki seorang anak yang masih berusia 5 Tahun. Cuaca mendung saat itu, membuat suasana menjadi terasa dingin. Sedikit berawan, dan sepertinya akan turun hujan.

Tiba waktu istirahat, dimana Abel yang selalu ingin bertemu anak tercintanya, selalu memanfaatkan jam makan siang ini  untuk menemui sang anak  yang ia titipkan pada seorang pengasuh wanita. Rumahnya memang tidaklah jauh dari kantor. Itulah mengapa, hal ini ia lakukan hampir setiap hari.  Rasanya sulit baginya, jika beberapa jam saja tidak dapat melihat anak terkasihnya.

Namun ada yang berbeda hari itu. Abel sempat mengunjungi sebuah Toko Swalayan sebelum menemui anaknya, Membeli jajanan ringan untuk sang anak memang tidak dilakukan setiap hari, namun sering. Pada saat yang sama, Abel menyempatkan diri untuk mengambil sejumlah uang di ATM dekat Swalayan. Saat itu adalah awal bulan, dimana Abel menerima gaji bulanannya. Sebelum mengambil sejumlah uang, Abel mengecek terlebih dahulu saldo yang ada di dalamnya. Dan melihat jumlah yang tidak sedikit, Abel pun tersenyum sumringah.

Ketika baru saja keluar dari Toko Swalayan, Abel yang saat itu menjinjing beberapa tas plastik belanjaan, dihampiri oleh salah seorang pengemis wanita yang juga menggendong seorang bayi saat itu. Dengan pakaian compang-camping dan kaki yang tidak berserandal, wanita tua itu tak berucap apapun, namun hanya menatap kearahnya penuh harap. Berharap diberikan sedekah agar dia dan anaknya bisa membeli makanan.

Hujan pun turun dengan derasnya. Abel tidak menyadari kalau hujan akan turun secepat dan sederas itu. Dan seharusnya, ia membawa payung saat itu. Abel membuka loketnya dan menemukan selembar uang bernilai Seribu Rupiah. Diberikannya uang tersebut kepada sang pengemis. Dan betapa gembiranya ia setelah menerima uang tersebut. “ Alhamdulillah .. Alhamdulillah .. terima kasih bu, semoga Allah memberikan rezeki yang berlipat ganda, juga diberi keberkahan dunia dan akhirat. Alhamdulillah … terima kasih bu..” Dan tidak berapa lama, pengemis itupun pergi berlalu.

“ Subhanallah, saya hanya memberi uang Seribu Rupiah dan dia berucap syukur tiada hentinya. Hujan sederas itu, kenapa tidak berteduh dulu? Lagipula, bayi yang ia gendong itu hanya ditutupi kain sekedarnya?” gumam Abel dalam hatinya. Sebelum memberikan sedekah, sebenarnya sempat berpikiran buruk juga karena berita beberapa waktu lalu yang mengangkat hal mengenai seorang pengemis peminta-minta dijalanan. Padahal di kehidupan nyata, dia sangatlah berkecukupan.

Terbuai dalam lamunan, Abel tidak menyadari bahwa hujan sudah mulai reda. Ia menangis dalam hati. Ia teringat ketika ia mengetahui saldo yang ia miliki saat itu mungkin ratusan kali lipat dari Seribu Rupiah, Abel hanya tersenyum sumringah. Tidak terdengar ucapan syukur darinya. Namun seorang pengemis, selain berucap syukur tiada henti, ia pun mendoakan seseorang itu. Betapa malunya Abel saat itu. Padahal ia pun tahu, dimata Tuhan, seseorang tidak dinilai dari seberapa banyak harta yang ia miliki. Namun seberapa besar keyakinan hatinya.

Bagi mereka (para pengemis) panas, hujan, dan cuaca seperti apapun, sudah bukan lagi penghalang bagi mereka untuk tetap berjuang demi mencari sesuap nasi. Sedekah yang mereka terima, semata-mata agar bisa memberi makan anak-anaknya. Walau terkadang, mereka sendiri pun, belum tentu turut menikmatinya.

(Sumber: gemintang.com)

No comments:

Post a Comment